Ups.
Kenapa harus FLP?
Oke-oke,
sebelumnya perkenankan saya menyajikan pengantar.^^
Kebutuhan
hidup ini bermacam-macam. Dari makan, minum, sampai membaca. Kok membaca? Iya.
Bayangin aja. Sudah lama banget kita sekolah, duduk di atas papan kayu bernama
bangku dan mendekap buku-buku pelajaran dengan berbagai macam judul. Setiap
hari. Kalau tidak matematika, ya bahasa Indonesia. Ada saatnya IPA, ada saatnya
juga IPS. Semakin tinggi jenjang pendidikan yang kita tempuh semakin bergantunglah
pada aktivitas membaca. Rasanya tiada hari tanpa hadirnya buku.
Bagi
ummat muslim pun, membaca telah menjadi suatu seruan,
“Iqro’.” Bacalah!
Banyak
sekali hal yang dapat diperoleh dari membaca. Contoh kecilnya tidak mudah
tertipu. Dengan baca tarif naik angkutan di brosur dekat pintu angkutan,
bayarnya bisa pas, tanpa rekayasa. Manfaat lain adalah menambah wawasan. Yes,
we all have known. Kesimpulan bahwa bumi terdiri dari lautan dan daratan
didapat dari membaca atlas. Kemerdekaan Indonesia dapat diketahui dari membaca
buku sejarah. Dan bagaimana proses fotosintesis dijelaskan secara gamblang pada
buku-buku IPA.
Kebanyakan
buku-buku yang kita punya adalah bersifat wajib, karena tuntutan pendidikan.
Tentu tidak ada salahnya untuk dibaca, bahkan sangat bermanfaat bagi jenjang
kehidupan ke depan. Farthemore, selain menambah wawasan, membaca juga bisa
menghilangkan penat, kesal, galau, dan sebangsanya.
Iya,
selain menambah wawasan, dengan membaca kita juga bisa terhibur. Saat weekend
tiba, di titik jenuh menghadapi tugas-tugas sekolah atau kerja, otak kita bisa
rileks dengan bacaan-bacaan yang menghibur. Karena tidak hanya berpikir secara
otak kiri, tapi juga otak kanan, dimana efek perasa yang dominan. Istilahnya,
emosi bisa stabil.
Bacaan-bacaan
yang ditulis oleh para anggota FLP (Forum Lingkar Pena) hadir untuk menyegarkan
dahaga pembacanya. FLP itu asli produk Indonesia, dan pengaruhnya sangat besar.
Semangat FLP di Indonesia menulari orang-orang yang berada di luar negeri untuk
menjalin komunitas yang sama. FLP tak hanya menghibur, tak jarang kita dapat
wawasan daripadanya. Jika membahas fiksi FLP, paket komplit wawasan dan hiburan
bisa didapat.
FLP
membantu menyajikan bacaan berkualitas tapi tetap menghibur. Ini sejalan dengan
misi FLP untuk meningkatkan mutu dan produktivitas (tulisan) para anggotanya
sebagai sumbangsih berarti bagi masyarakat. FLP juga bermisi turut meningkatkan
budaya membaca dan menulis, terutama bagi kaum muda Indonesia.
Dan,
saya rasa, misi FLP tersebut berhasil dijalankan.
Waktu
itu, saya masih kelas dua SMP. Salah satu magnet terbesar saya adalah sebuah
perpustakaan yang ada di pusat kecamatan. Bangunannya bagus, bersih, nyaman.
Dan buku-bukunya itu looh..
Magnet
itu punya daya tarik. Dan daya tariknya adalah buku-buku yang terpampang di
sana. Saya bergerak ke tempat bacaan dewasa. Ada banyak sekali buku yang
bercover menarik. Ukurannya tidak terlalu besar, tidak juga terlalu tebal. Ada
tulisan FLP di belakangnya. Saya baca perlahan. Dan, menarik!
Ada
kumcer berjudul Mencari Jalan ke Hati Bunda di sana. Pengarangnya Fithri. Dan
beliau adalah anggota FLP. Ceritanya tentang seorang anak yang berusaha sekuat
tenaga agar sang ibu tidak ngambek. Entah karena apa, sang ibu tidak mau
bicara. Ia hanya bicara lewat tuts-tuts keyboard dan penyebabnya ternyata
karena si anak kurang perhatian pada ibunya.
Ada
juga kumcer berjudul Loving U. Dengan gaya ngocol a la anak muda, Adzimattinur
Siregar muda telah sukses membuat saya jatuh cinta pada karyanya. Saya ingat
settingnya, Bandung Indah Plaza. Tempat jauh yang empat tahun kemudian saya
kunjungi. Zhizi juga mampu mendeskripsikan jatuh cinta dengan cara yang apik.
Dan..
tara!! Ada buku non fiksi yang juga tak kalah menghebohkan. Jatuh Bangun
Cintaku. Dibukukan oleh Asma Nadia. Tentang kisah para penulis yang merasakan
cinta. Manis-asem-pahit. Saya membacanya berkali-kali dan tidak bosan =D. Ada
banyak hikmah yang bisa diambil dari sana.
Masih
ada lagi. Angin Padang Iroquis, Diorama Dua Hati, serial Syakila, Gosip! Gosip!
Gosip!. Ada juga Muara Kasih-nya Muthmainnah yang bikin feel lain saat
settingnya di Australia dan Indonesia. Ah, rasanya terlalu banyak jika
disebutkan satu-satu. Yang jelas, karya-karya para penulis FLP membantu
membiaskan pelangi sukacita saya saat masih begitu muda (sekarang masih muda
loh, hehe). Kebutuhan membaca terpenuhi. Makasih ya, FLP ^^
KARENA MEMBACA SAJA TIDAK CUKUP..
Dalam
dunia perbukuan, tidak mungkin hanya ada pembaca. Dibutuhkan penulis sebagai
pemroduksinya. FLP memiliki peran membidani para penulis dalam menghasilkan
karya-karya mereka. Ada diskusi, workshop, ikutan Islamic Book Fair.. Yang saya
amati, FLP itu organisasi yang rata-rata anggotanya berkerudung lebar. Meski
demikian, FLP itu bukan komunitas berisi kalangan mayoritas kok. All can do it.
Semua bisa jadi anggota. Tak hanya muslim, melainkan juga non muslim.
Menulis.
Banyak orang membincang tentangnya. Banyak motivasi juga di dalamnya. Tentu FLP
membantu mewujudkannya. FLP tidak hanya stuck
pada satu genre saja. Buktinya sekarang ada bang Benny Arnas dengan sastra
melayunya. Selain itu, sudah banyak penulis FLP yang memenangkan lomba karya
ilmiah. FLP merambah berbagai media, segala segmen J
KESAN DAN PESAN
Sebagai
seseorang yang pernah baca karya FLP, saya berharap FLP bisa menjaga
eksistensinya. Tetaplah membingkai kami, pembaca di Indonesia dengan spektrum
semangatmu yang indah yang terjalin lewat tulisan. Tentu remaja Indonesia (dan
semua kalangan) menginginkan bacaan yang menjernihkan hati dan menambah
wawasan. Di usia FLP yang ke-15, saya berharap FLP tidak tergerus jaman, malah
ada dalam garda terdepan. Seperti Mbak Asma Nadia yang cemerlang. Mbak Afifah
Afra yang semangatnya selalu berkibar, dan Bunda Helvy Tiana Rosa yang perkasa
dengan karya-karyanya.