ada beribu mawar terhampar, menguar, di pelataran kebun yang
menjerat embun
tak mengapa, ya, jika tak kupilih satu, yang mungkin menurutmu itu sangat memesona
ada berjuta warna menarik kornea, menyentuh halus jemari tangan
dengan berbagai corak dan nama
tak mengapa, ya, jika aku lebih memilih merah muda
yang nyalanya tak sekilat mereka
di sini aku,
memendam gumpal rasa
yang memilih tak bernama
di sini aku,
berjalan penuh kesah
tunduk sedikit pada irama yang sama
di sini aku,
menatapmu yang melukis senyum
dan sebuah toga
pada akhirnya,
satu periode hidupmu telah khatam
satu ribu harimu telah terlewati
satu gelar telah tersemat
kebahagiaan mengelilingi sanubari
tak ada alasan untuk tak mengucapkan selamat :)
dengan satu lengkung wajah
di sini aku,
berbangga hati
*
orang-orang yang menenteng kamera,
menyusun narasi-narasinya bilang,
terima kasih lebih indah daripada kata maaf
maka terima kasih
untuk berpasang-pasang senyum
yang mengantarku hingga
gerbang kecil di gang mungil
terima kasih untuk
sekeranjang apel, bulir-bulir jeruk, dan
bulir-bulir tawa
yang menghapus sejenak sedikit luka
terima kasih untuk
ratusan kata yang kuucap dan kaudengar
ratusan kata yang kauucap dan kudengar,
terima kasih untuk
sepatu yang kauangkat,
sepatu usang lengket (mungkin seperti besi berkarat)
yang bercipratan dengan tanah air hujan
terima kasih untuk hantaran pada
bianglala, udara segar di samping rimba,
dan masjid kota
aku baru menyentuhnya di sore yang deras itu
sekarang,
mari kita harap sepenuhnya
pada Yang Maha Segala
atas segala harap dan cemas
pengorbanan dan penyesalan
dan sekian rasa
agar memiliki sebuah titik.
titik balik. titik awal. titik manis. titik yang banyak disebut para pujangga
*
Tidak ada komentar:
Posting Komentar