PERTEMUAN KEDUA
Entah
bagaimana caranya, pandanganku yang sedari tadi gelap perlahan menjadi terang
benderang. Semua baik-baik saja saat aku berdiri di tengah kerumunan orang
dalam sebuah acara yang luar biasa padat. Malang Tempoe Doele, sebuah festival
tahunan bagi warga Malang. Segala jajanan tersedia. Berbagai pagelaran
terlaksana. Dari Tarian Beskalan hingga orang-orang berkostum jaman biyen1. Yang lelaki
memakai baju batik sederhana dan celana tiga perempat dari kain katun. Sedang
yang perempuan bersanggul di kepala, memakai baju kebaya dan jarik2 sampai bawah lutut. Sepanjang
Jalan Ijen, jalan utama di kota Malang, benar-benar padat.
“Hei,
kamu baik-baik saja?” ujar seseorang di sampingku.
Restu
masih saja memperhatikanku dengan gelisah. Lelaki yang menemani kami sedari
tadi itu seperti tak mau aku jauh-jauh. Bahkan saat kami bertiga memarkir motor
di dekat sebuah ATM drive through. Aku tersenyum. “Ya, aku baik-baik saja.” Mungkin
karena seminggu telah mengenal watakku yang sering bepergian tanpa pamit, dia
takut aku hilang atau dicuri oleh maling yang iseng atau ekstrimnya, dirampok
pembunuh bayaran.