Bukan cinta atau Bento. Hehe
Anyway, ini postingan jadul dari blog lama yang sudah tak terjamah ID beserta passwordnya
Karena ini zaman baheula, tentu kekurangannya ada (sampai sekarang pun iya). Tidak diedit karena dengan cara inilah tahu apa aja kekurangannya.
Eh, kebetulan juga ada nama Kenny, itu nama salah seorang temanku, hihi. Entah dulu terinspirasi olehnya atau ngarang udah lupa
Namun aku suka aja bahasanya :P
Selamat membaca!
***
6 Maret 2011
Sebenernya cerpen ini udah lumayan lama. Ceritanya waktu itu lagi ikutan lomba cerpen yang diadakan www.mahasiswa.com.
Yap, begitulah. Alhamdulillah akhirnya menang sebagai Juara II.
Karena ada yang memprovokasi saya supaya mempublish cerpen ini *makasih banyak ya Mbah -,-* ya sudah..
itung-itung sharing hobi juga.
Oh
ya. Buat Tambahan. Nama tokoh utamanya ini asli lho...!! hehe.
Maksudnya emang bener ada. Mbak yang namanya tercantum di cerpen ini
emang yang udah banyak membantu sy waktu nulis.. now she is studying at
Gajah Mada University. Thanks a lot, Mbak ^^
NAMAKU SI BIRU
Namaku si Biru.
Begitulah
Junda, pemilikku memanggilku sejak dua bulan yang lalu. Hmm.. menurut
kalian sosok apakah aku ini? Yang jelas, aku adalah benda elektronik
yang terbuat dari bahan anti karat. Berbentuk balok, terdapat sisi yang
dapat di buka, dan terdapat layar berukuran sedang di dalamnya. Dengan
tuts-tuts keyboard berjumlah delapan puluh enam, kinerjaku sempurna
sudah. Sering aku bertemu dengan teman-teman di perpustakaan kampus,
taman kota, atau cafe-cafe di mall. Kehadiran kami yang sangat
dibutuhkan menjadi pertimbangan para mahasiswa untuk memiliki benda
seperti aku ini, termasuk Junda. Ya, benar. Aku adalah laptop, berwarna
biru tepatnya. Oleh karena itu Junda memanggilku si Biru.
Sudah
menjadi tugasku untuk mempekerjakan sistem operasi agar aktif,
menampilkan tampilan word untuk tugas paper, dan tak luput dari
aktifitas internet. Aku bersyukur menjadi kebutuhan primer Junda, dan
dapat menemani kesehariannya. Dia adalah mahasiswi semester dua prodi
biologi yang pandai. Tak pernah ada kata absen atau bolos mata kuliah,
selalu tepat waktu mengerjakan tugas, dan dapat memanfaatkanku dengan
sebaik-baiknya. Meski ada banyak film di folder E-ku, dia tidak mau
menyentuh ikon judul film sama sekali saat ada tugas. Dan meskipun
sinyal wi-fi penuh lima undakan, dia tidak mau menyia-nyiakan waktu
untuk bercakap-cakap tak jelas di dunia maya. Aih, intinya Junda adalah
mahasiswi berkualitas. Tak hanya segi intelektualitas, tetapi
kepribadiannya. Selalu cermat dalam keuangan, dan tak pernah
mempertontonkan aurat. Tak pernah bergaul terlalu bebas, juga tak pernah
bergaya borjuis seperti yang dianut mahasiswa obsesi selebritis. Tahu
sendiri, bukan? masih ada mahasiswa yang suka berkedok kaya padahal dia
telah menyakiti orang tua secara perlahan, menghabiskan uang.
Mentari
telah kembali ke peraduan. Gemintang yang berkilauan nampak redup
ditingkahi lampu-lampu metropolitan. Qira’ah Ar-Rahman yang disetel di
masjid terdengar merdu. Namun alunan sucinya dikalahkan dengan suara
televisi yang dinyalakan di rumah-rumah.
Junda masih menekan tuts-tuts keyboard di tubuhku, rupanya dia sedang menulis proposal.
“Jun,
apakah perusahaan itu akan menerima proposal kita? LSM saja ditolak
mentah-mentah. Fadhil sudah menjadi korbannya,” ujar Rina, teman kosan
Junda.
“Semoga
saja, Dik Rina. Kalau ada tembusan dari rektor bisa memperkuat proposal
kita. Kita juga mengundang pewarta berita. Lagipula, apa salahnya coba,
organisasi kepenulisan kampus mengadakan festival sastra untuk
anak-anak berkemampun luar biasa?” Junda menjawab dengan senyum. Lalu
kembali meneruskan pekerjaannya.
“Baiklah. Terserah kakak saja, lah.”
Hmm.. Aku suka ini. Lihat, Junda telah menyelesaikan proposalnya. Efisien sekali waktunya. Hanya satu jam.
“Dengan
tujuan mengoptimalkan potensi anak-anak istimewa, kami selaku pengurus
Okus –Organisasi Kepenulisan Kampus- berencana mengadakan festival
sastra yang akan diikuti siswa SMPLB se-kota kabupaten. Oleh karena itu,
diharapkan dengan sangat kontribusi perusahaan untuk mensponsori acara
kami.”
Itu
adalah kutipannya. Kalian tahu, selain aktif di organisasi kepenulisan,
Junda juga mengikuti kegiatan mahasiswa yang bermanfaat seperti ini.
Tetapi kewajiban utamanya untuk kuliah tak dia tinggalkan. Buktinya IPK
pertama sampai sekarang tak pernah lepas dari angka 3,5.
Namaku si Biru.
Angin
bertiup semilir. Suhu kamar kosan Junda tidak sesejuk ini. Hm..mungkin
ini yang disebut taman kota. Sudah beberapa kali dia berkunjung ke
tempat ini. Untuk mencari referensi tugas atau juga menulis. Menulis apa
saja. Oh, ya, aku lupa memberitahu kalian kalau Junda juga berprofesi
sebagai jurnalis. Artikelnya tentang kesehatan remaja sering diterbitkan
majalah nasional. Empat cerpennya yang ditulis di folderku juga telah
terbit dalam kumpulan cerpen para penulis muda. Apakah sekarang dia akan
membuka Word yang terprogram dalam organ tubuhku?
Waktu berjalan sekian menit sampai tak ku sadari ada teman Junda yang datang menemuinya. Aku ter-shut down.
***
“Aduuh.
Maaf Jun, aku terlambat. Rico terlambat menjemputku dari M-Studio,”
sesosok perempuan bertubuh tinggi menghampiri Junda yang duduk di kursi
kayu panjang dekat air mancur. Penampilannya sangat berbeda dengan
Junda. Sepatu high heel, T-shirt ketat, celana jeans, juga rambut yang
dibiarkan tergerai. Rapi, namun dandanannya terkesan menor.
“Oh.. Ya, tak mengapa. Jadi kamu benar-benar membutuhkan ini sekarang?” jawab Junda, melirik sebentar ke arah si Biru.
Kenny,
nama perempuan itu, kawan satu jurusan mengangguk. Binar matanya
menyorotkan keagresifan. Namun air mukanya nampak berlawanan, dibuat
sepolos mungkin.“Ya, benar sekali. Laptop yang dibelikan papaku di
Singapur rusak berat. Monitornya retak. Aku membutuhkan laptopmu untuk
mengerjakan tugas Pak Herman. Tahu sendiri bukan jadwal pemotretanku di
majalah fashion sangat padat? Tak mungkin juga aku berpanas-panas ria
pergi ke rental. Aku juga ingin menganalisis masalah dengan tenang di
rumah. Tak perlu diketikkan orang lain.”
“Baiklah,
silahkan kamu bawa. Tetapi usahakan dua hari lagi kamu kembalikan, ya?”
Junda terlihat iba. Berharap anak pejabat DPRD kota ini tertolong.
Kenny adalah mahasiswi cerdas. Buktinya dia bisa masuk universitas tanpa
tes.
“Tenang
saja. Aku hanya membutuhkan waktu satu hari untuk menyelesaikan
semuanya.” Sahut Kenny cepat. Lalu melirik arloji di tangan kirinya.
“Sekali lagi maaf. Sekarang aku harus cepat pulang. Lebih baik ku
kerjakan tugas itu sekarang.” Pamit Kenny.
“Oh.. Ya, silahkan. Aku juga ada kegiatan di kampus.”
“Baiklah. Err..Assalamu’alaikum..” Ujar Kenny gagap.
“Wa’alaikum salam..”
Berlalulah Kenny, sambil membawa si Biru yang telah berada di tas mahal miliknya.
***
Namaku si Biru.
Huah..
Lama sekali aku tertidur. Mungkin aku akan mengabdi lagi pada jalan
hidup Junda. Ayo, Jun. Lekaslah, kerjakan proposal lagi, atau operasikan
Word untuk tugas biologimu. Aku takkan menyesal menjadi laptop
mahasiswi baik seperti kamu.
Perlahan
sisi badanku terbuka. Hey! Tunggu. Ini bukan tangan Junda. Tangannya
selalu pelan menyalakan aku. Saat ini badanku kesakitan karena begitu
kuatnya dia membuka sisi monitor. Sudut kemiringanku juga tak pernah
seekstrem ini. Sakkiiit!
Perlahan
crystal eyeku mendeteksi sesosok manusia. Ya, ini bukan Junda. Tetapi
Kenny, majikan Cerry, si laptop berwarna ungu. Semoga aku tak
diapa-apakan olehnya. Karena menurut penuturan Cerry, Kenny sangat
sembrono dan berhati keras.
Proses
booting selesai. Tapi, apa-apaan ini? Membuka foldernya banyak sekali.
Flashdisk harus dibaca segera. Semua folder ini milik Junda.
Dengan
cepat dia mengklik folder E yang berjudul “TuGas Pak HerMaN”. Aku
menjadi cemas karenanya. Bukankah ini tugas yang harus dikumpulkan besok
lusa? Jangan-jangan dia mau menjiplak tugas majikanku?
Benar
saja. Folder ini langsung saja di copy pada flashdisk Kenny. Ingin
rasanya aku berkata jangan. Junda telah menyelesaikan tugas ini semalam
suntuk. Sambil menunggu waktu sahur puasa sunnahnya. Huh, benar kata
Cerry, dia bukan mahasiswi cerdas seperti yang orang bilang.
“Ku
harap kau baik-baik saja dengan perbuatanku ini. Mudah sekali menipu
orang setolol kamu. Sok alim, kuno pula. Lihat aku, lihat kemampuanku
menarik hati para adam. Tak usah belajar keras untuk mendapat nilai
tinggi, toh papa selalu siap membiayai sogokanku seperti tes pertama
dulu. Aku juga tak perlu mengerjakan tugas karena memiliki trik ini.
Cukup mengumpulkan lebih awal. Hm.. yang penting penampilan dan karir.
Agama dan otak nomor buncitlah....” perkataannya itu benar-benar
membuatku ingin hang. Atau mematikan SO secara tiba-tiba. Busuk.
Aku
sudah menyangka Kenny tidak sebaik yang orang-orang sangka, seperti
yang menjadi penilaian Junda. Kenny tidak murni sebagai mahasiswi
cerdas.
Kenny lalu menyalakan Cerry. Kondisinya masih bagus. Sangat berkilau. Ingin cepat-cepat ku sapa dia, berbagi cerita.
“Hai,” pekikku.
Cerry memandangku. Heran. “Kenapa kau bisa ada di sini, si Biru?”
“Kenny telah mengcopy folder tugas Junda. Betapa jahatnya dia.” Jawabku sendu.
“Hmmh.. sabar sajalah si Biru. Ini tidak seberapa. Bandingkan dengan aku yang sudah muak menemani hari-harinya selama ini.”
“Tidak seberapa, maksudmu?” tanyaku penasaran.
“Hmh..
Aku tahu, Junda adalah anak manusia yang baik. Aku sering mendengarkan
cerita teman-teman lain tentang kelebihan majikanmu itu. Cerdas, pandai
mengatur waktu, juga berperilaku yang baik. Aku kesal dengan perbuatan
Kenny. Dia selalu membantingku saat stres. Dia tak meghiraukan jerih
payah orang tuanya. Webcamku dipergunakan untuk berpacaran saja. Memakai
pakaian seronok pula. Folder-folderku juga tak bermutu. Tak ada satupun
tugas yang menjadi karyanya. Semua hasil plagiat. Kamu tahu, malam hari
aku masih menyala, namun harus ku telan pil pahit Kenny
mengoperasikanku dalam keadaan mabuk. Aku menjadi benda yang tak
berguna.”
Aku terperangah. Sebegitukah?
“Lalu, bagaimana dengan Junda? Tak mungkin ku biarkan majikanku teraniaya. Bisa saja dia bermasalah dengan Pak Herman nanti.
Cerry kembali menatapku. “Maafkan aku. Tak ada yang bisa ku lakukan.”
Kalau
aku menjadi manusia, aku akan menangis. Menangis sekeras-kerasnya. Aku
juga akan memberitahu Junda agar tak meminjamkanku lagi pada Kenny ini.
Namaku si Biru.
Tuhan
Maha Adil. Meskipun harus berurusan dengan dosen karena kesamaan tugas
mereka, akhirnya Junda memenangkan “kasus” ini. Kenny tidak bisa melawan
kebijaksanaan Pak Herman. Huah! Ku harap mahasiswa Indonesia tidak
seperti Kenny ini. Apapun strata sosial atau jabatan yang mereka
miliki.
***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar