KISAH LULU
Lulu duduk sambil mengayunkan ayunannya dengan gerakan lemah. Ia tidak konsen dengan benda yang awet selama sepuluh tahun lebih itu. Pikirannya melayang-layang pada gerudukan lomba cerpen yang terhampar di laman dunia maya. Mengikuti obsesinya sebagai penulis, tentu saja ia ingin menjadi juara. Karena menjadi juara adalah salah satu tolak ukur kemampuannya, katanya. Lomba-lomba itu bagai nyiur, melambai-lambai, memanggil-manggil, meminta untuk diikuti.
Lulu menghentikan ayunannya. Ia lalu menggelengkan kepala. Remaja kelas dua SMA itu memutuskan untuk tidak ikut saja. Tidak ikut semuanya, maksudnya. Ia mengambil keputusan itu setelah menjalin kontemplasi dengan hati kecilnya.
Iya, sih. Yang mengadakan adalah sebuah komunitas. Karya para juara dijamin diterbitkan, katanya. Namun, karena usia penerbit swadaya itu masih seumur jagung, gaungnya belum wah, website hostingnya masih err.. Lulu memutuskan tidak ikut dulu. Bukannya mau sok-sokan. Lulu ingin karyanya mendapat kepastian, salah satunya kepastian pendistribusian karya yang oke, pengumuman dari web yang resmi. Kepastian ia tidak ditipu. Ia begitu takut dikecewakan.
Lulu sekarang pikir-pikir kalau ikut yang berbayar. Uang jajannya kan banyak dihabiskan buat membuat laporan praktek biologi, kimia, dan lain sebagainya.
Selain itu.. Lulu juga nggak mau ngikut yang hadiahnya senter, gantungan kunci, dan sebagainya. Ditambah, website sang penyelenggara chaos, nggak interesting pula. Bukan, bukan maksudnya tak suka dengan hadiah kecil, hanya saja.. yaa, porsi waktunya ngendon di warnet nggak seimbang dengan hadiahnya. Ia kan sering dimarah-marahi sama penjaga warnet juga karena bosen liat wajahnya tiap hari :p
Maka dari itu, Lulu memutuskan kembali pada niatan awalnya. Menjadi seorang penulis resep masakan. Itu kan cita-citanya dari dulu. Mengikuti lomba bukan segala-galanya. Yang jadi hal kecil dari segalanya adalah karyanya dibaca orang. Nggak papa nggak dapat uang dulu, ditekuni aja terus-terusan. Uang toh bukan segalanya. Lulu pernah kok membaca kata-kata itu. Kalo uang nomor satu, terus nggak dapet, yang ia lakukan selama ini bagai menjaring air, dong? Nanti kirim ke penerbit yang keren seperti penerbit yang ada di Jogja, Bandung, atau Jakarta. Kalau ada lomba yang dihelat penerbit besar, atau majalah yang disukainya, ia bakal ikut. Yang penting hatinya setuju dengan yang akan dan sedang ia lakukan. Moga aja lomba-lomba atau acara penerbit tsb timingnya tepat (nggak berbenturan dengan tugas bejibun maksudnya). Karena ia punya prioritas. Ia juga mau fokus sama praktikumnya. Cita-citanya kan jadi apoteker juga.
Oke. Sekarang Lulu nggak galau lagi. Ia mengayuh ayunannya dengan sekuat tenaga sekarang.
mantaapp :)
BalasHapuspostingan keren untuk (calon) penulis seperti aku...