Senin, 21 Oktober 2013

RUANGAN BERPENDINGIN

ruangan berpendingin
nomor antrian
dan lelaki berkacamata

aku bertanya,
nomor antrian berapa?

aku berharap (sangat), bisa mengetikkan beberapa
tombol-tombol berisi huruf-huruf dan angka-angka

aku tahu apa yang digenggamnya
gula-gula yang manis
gula-gula yang membantu menghidupi gula-gula

aku tersenyum,
bukan takdirku
lelaki itu berjalan, tapi ke arahku
sempat terbersit untuk bertukar sapa
tapi tak sempat, apa daya

kenangan mulai tersulur
menjerat? ah, tidak
menderitakan aku? buat apa?

lelaki itu mengingatkanku pada lelaki lain
yang pada bulan-bulan sebelumnya biasanya
pergi menemani ke
ruangan berpendingin
nomor antrian
dan kertas-kertas

aku hanya berandai-andai
jika saja lelaki itu di sini
hadir,
aku akan berdiri!
keluar dari meja panjang
mencium pungung tangannya
dan berteriak ke teman-teman
bahwa dia ayahku

ayahku yang selalu
membawa buah tangan
dari kota
tempat ruangan berpendingin udara itu

itu ayahku
yang membantu aku sejak sekolah,
yang wara-wiri mengantarku
dengan konsekuensi yang tak mudah

ayahku,
yang bangga, bahagia, lega luar biasa
saat aku bisa masuk
ke ruangan berpendingin ini

aku menghibur diri
di luar sana ada sejuta warna
pelangi

lelaki berkacamata itu
boleh jadi membuatku sesak hati
tapi
harusnya memberiku arti
bahwa
alur hidup akan terus berjalan
berotasi
bumi

inilah kisah
dari
ruangan berpendingin
nomor antrian
tombol-tombol
dan sebuah kenangan


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Pengikut