Rabu, 28 Agustus 2013

Coba Baca Lagi

Coba baca lagi. Kalau kamu lagi ujian, menghadapi soal pilihan ganda, udah mikir, pikiran sumpek, judek, dkk, dan nggak nemu jawabannya, lompati dulu, lalu baca lagi.

Kalau kamu sedang meresensi, udah menuangkannya dalam sebuah lembar kerja, merasa ada yang kurang, tinggalkan dulu, lalu baca lagi. Meski bentuknya bakal random. 

Because we never know when answer can be get :))

Jumat, 16 Agustus 2013

and they tell us about sadness
far away from here
bad news
and (actually) we should act more
than keep calm
and stay in front of computer

SHOULD.
10 Oktober 2012 – 16 Agustus 2013

Tentu bukan tempo waktu yang sebentar bagi saya, dan juga teman-teman lainnya, untuk 
melupakan segala hal berbau perkuliahan. Yaps, jalan hidup dan sebuah alur yang harus kami ikuti
membuat kami sebagian besar ada di rumah masing-masing, sibuk dengan berbagai 'kesibukan'.

Bebas. Sebuah kata yang tepat bagi kami. 

Saya juga merasa bebas. No tasks. No kuliahs. No presentasis *hehe, maksa, ding*.
Bagaimana rasanya bergelung di antara pahit hidup
Lantas tidak bisa berbuat apa-apa?

Bagaimana rasanya menyimpan ‘belati’ bertahun-tahun
Menunggu untuk dihunjamkan

Dan kauhanya mampu untuk berdesis saja?

Nestapa, tentu saja. 

Usahlah kaupakai pisau untuk menggores hati
Simpanlah ceracau yang mampu menggilas kenangan indah

Sebelum kau bertindak lebih jauh,
lihatlah rekahnya mahkota bunga
dari kuncup yang tertahan
rasakanlah betapa alaminya itu 

Usahlah kaupakai argumenmu
karena kautelah lama tenggelam dalam
segala macam
hipotesismu
sendiri 

Lepaskan ....

Biarkan ....

Karena hidup untuk cinta
dan melihat bintang-bintang di angkasa
merasai sentuhan angin pada layar kapal
juga gemericik hujan pada atap

Betapa
sederhananya


Senin, 12 Agustus 2013

'Surga' Kecil untuk Seorang Penggalau

sumber: bentangpustaka.com


KETIKA TUJUH MURID GENIUS 'MERENOVASI' SEKOLAH



Pada umumnya, para lulusan SMP favorit melanjutkan studi ke SMU yang favorit pula. Apalagi jika berbagai prestasi terbiasa diraih. Hal tersebut terjadi karena berbagai pertimbangan seperti guru-guru yang profesional, fasilitas yang memadai, hingga kompetisi yang sehat. Singkat kata, SMU yang bagus akan meningkatkan kemampuan inteligensia mereka.

Kenyataan di atas tidak berlaku bagi Mujahid, Rifan, Fitri, Dyah, Ambar, Nurul, dan Desti, tujuh anak genius di Jogja. Awalnya, Fitri berinisiatif mengundurkan diri sebagai calon murid SMU Teladan, SMU favorit. Dia lalu mendaftarkan diri ke SMU Bintang Harapan, SMU paling bobrok. Fitri menganggap ketidakadilan terjadi di SMU Murid Teladan dan dia ingin mengubah reputasi buruk SMU Bintang Harapan (hal 5). Keputusan Fitri lantas diikuti enam anak lain (hal 24).

Tidak seperti namanya, keadaan SMU Bintang Harapan jauh dari harapan. Bangunan sekolah suram tak terawat. Guru-guru kurang profesional. Murid-murid pun suka berulah di kelas. Berbagai perlombaan tak diikuti sejak sepuluh tahun terakhir (hal 33).

Demi kualitas pendidikan yang lebih baik, ketujuh anak genius menyusun beberapa rencana (hal 59). Rencana pertama adalah ‘merenovasi’ 10 guru yang bermasalah. Mujahid mengkritisi para guru agar benar-benar tekun mengajar. Rencananya berhasil karena Pak Sugali, salah satu guru yang bermasalah karena suka tidur di kelas, menghentikan kebiasaannya.

Rencana kedua dilanjutkan dengan menghidupkan kembali ekstrakurikuler (hal 97). Sayang, Heri, anak kandung kepala sekolah, menanggapi kebaikan tujuh anak genius dengan culas. Rifan ditantang Heri bermain basket, padahal Rifan lebih jago dalam hal seni.

Mati-matian Rifan belajar basket. Syukurlah, walaupun Rifan kalah, Heru mendukung rencana ketiga mereka, yakni menaklukkan Zeffy si super genius dalam Lomba Sains dan Adu Bakat se-Jogja.

Ambar maju di bidang bahasa Inggris. Fitri berjuang di bidang Fisika. Mujahid mewakili bidang Matematika. Dyah berusaha di bidang bahasa Inggris. Sementara Ambar, Rifan, dan Heru maksimal di bidang Akuntansi, Seni, dan Olahraga. Perlombaan final antara Ambar dan Zeffy berlangsung sangat seru. SMU Bintang Harapan menduduki peringkat kedua.

Tujuh jenius bisa bernapas lega seiring rencana keempat, perbaikan gedung sekolah, terlaksana. Kesan horor SMU Bintang Harapan pun hilang. Tak ada lagi genting yang jatuh setiap harinya.

Inovasi mading adalah rencana kelima yang digawangi Desti. Momen menempel mading menjadi momen paling berharga baginya, karena Mujahid mau bekerja sama. Benih-benih cinta mulai tumbuh di hati Desti dan Mujahid. Sayang, Fitri tidak terima karena tujuh anak genius telah berjanji, di antara mereka takkan ada satu pun yang salingsuka (hal 223).

Rifan tidak terima atas perlakuan Fitri. Akibatnya, mereka berdua bertengkar. Puncaknya, tamparan Fitri pada Rifan membuat berang yang lain. Persahabatan ketujuh genius retak. Fitri menjadi bulan-bulanan. Padahal, masih ada dua rencana lagi yang harus dilakukan. Menantang sekolah lain dalam lomba dan membina adik sebagai duta lomba. Berhasilkah mereka? Apakah persahabatan yang memburuk dapat membaik kembali?

“Amazing Genius” merupakan novel menarik yang menghadirkan nuansa humor di tiap lembarnya. Tak ada narasi yang berbelit-belit. Dialog mengalir dengan lancar. Komikus Rifan cukup berhasil membuat joke-joke segar, meski dalam beberapa alur terkesan garing. Penulis juga berani mengangkat tujuh orang sebagai tokoh utama.

Bagaimana pun, novel ini tetap dapat dinikmati pembaca yang akan, sedang, dan telah melalui masa SMU. Paling tidak, stigma negatif terhadap sekolah nonfavorit dapat berkurang. Sekolah bukanlah satu-satunya penentu seseorang bertambah pandai atau tidak. Seperti kata Ambar, “Kamu tau, nggak, semua orang pinter bakal menang dengan orang beruntung, bahkan dengan kegeniusan yang sempurna.” (hal 290). Selamat membaca!

Judul: Amazing Genius
Penulis: Komikus Rifan
Penerbit: Ping!!!(Lini Penerbit Diva Press)
Tebal: 332 halaman
Terbit: Cetakan I, Maret 2013
Harga: Rp40.000
ISBN: 978-602-7933-03-3

*dimuat di radarseni.com, 2 Agustus 2013

MENIKMATI KUMPULAN CERITA SANG PUJANGGA



Dalam kesusasteraan Indonesia, keahlian berpuisi Sapardi Djoko Damono tidak perlu diragukan lagi. Bisa dipastikan, masyarakat akan terus mengaitkan namanya dengan puisi “Hujan Bulan Juni”. Ya, bait-bait ciptaannya itu seakan abadi, lekat pada ingatan pembaca.

Ada satu fakta menarik tentang SDD. Selain pandai menulis puisi, beliau ternyata piawai menulis cerita, esai, kolom, artikel, dan terjemahan berbagai karya asing. Mungkin sangat berkaitan dengan latar belakang akademis beliau sebagai guru besar Fakultas Ilmu Budaya UI.

Baru-baru ini, terbit kumpulan cerita SDD berjudul “Malam Wabah” dan “Pada Suatu Hari Nanti.” Kedua judul tersebut sebenarnya dua buku yang digabungkan dalam satu edisi atau satu jilid. Mengapa? Gunanya untuk memisahkan tema yang ada.

“Malam Wabah” merupakan buku berisi 13 kisah, menghadirkan tokoh, alur, beserta konflik cerita –seperti ketentuan penulisan cerita pada umumnya—. Uniknya, para tokoh yang terlibat adalah benda-benda mati, dapat mengisahkan persoalan mereka. Mulai dari rumah-rumah, sepatu tua, hingga dedaunan jeruk purut di atas pagar rumah sepasang suami-istri.

Seperti cerita “Rumah-rumah”. Dikisahkan tiga rumah berdekatan dan bisa berbicara. Rumah Nomor 11 membenci diri sendiri karena tidak bisa memilih pemiliknya. Penghuni rumah pun selalu pulang dan pergi sekehendak hati (hal 2).

Rumah Nomor 13 selalu mengeluhkan keributan sepele keluarga Rumah Nomor 11. Pada dasarnya, dia sebal bukan karena keributan di sana, melainkan status “dikontrakkan” pada dirinya, tetapi belum berpenghuni.

“Saya tidak tahu Saudara siapa, tetapi saya sangat mengharapkan agar Saudara-lah yang nanti mengontrak saya. Saya suka kepada Saudara karena Saudara kadang-kadang membaca cerita pendek —oleh karena itu, tentunya melek huruf, sabar, cerdas, berpengetahuan luas, intelek, hanya saja tidak mampu membeli rumah” (hal 3).

Sementara itu, Rumah Nomor 15 sering berdebat dengan Rumah Nomor 13. Renovasi setengah jadi yang menjadikan rumah itu tak sempurna –dan katanya berhantu—, sering menjadi penyebab olokan Rumah Nomor 13.

Jika cerita-cerita pada “Malam Wabah” terkesan baru, maka “Pada Suatu Hari Nanti” memuat 10 kumpulan cerita atau dongeng lama–baik lisan maupun tulisan— yang ‘dipelintir’ menjadi versi yang lebih berbeda. Mulai dari Ken Arok, Rama dan Shita, hingga Malin Kundang.

Malin Kundang yang kita kenal pasti lelaki miskin yang merantau ke negeri seberang. Sukses sebagai pedagang ditambah memiliki istri cantik membuat Malin lupa pada ibunya sehingga dikutuk menjadi batu.

 Dalam cerita berjudul “Sebenar-benar Dongeng tentang Malin Kundang yang Berjuang Melawan Takdir Agar Luput dari Kutukan Sang Ibu”, Malin tak sepenuhnya anak kurang ajar.

Malin memang dikutuk menjadi batu. Tapi, saat kutukan ibunya mengenai perahu dan para awak, dia lompat ke laut, lantas mencari-cari ibunya di segala tempat agar mendapat permintaan maaf keesokan hari (hal 75).

“Setiap kali pasar bubar, Malin tidak tahu mesti ke mana karena lupa letak rumahnya. Kalau malam turun, Malin duduk di pasar sepi, yang dibersihkan oleh beberapa tukang sampah yang sama sekali tidak pernah memperhatikannya. Ia tetap setia menunggu. Siapa tahu besok-besok ada perempuan yang ikhlas mau mengaku sebagai ibunya dan menerima permintaan maafnya (hal 82).”

Kumpulan cerpen ini tentulah unik. Pembaca disajikan alur cerita berbeda dengan cara bertutur yang tak hanya prosa-prosa, bisa juga hanya kumpulan potongan dialog, namun tetap filosofis.

Kelebihan lain adalah kover menarik dengan lukisan artistik. Kemasan per judul buku dibuat bolak-balik, mengingatkan kembali pada dwilogi Padang Bulan dan Cinta di dalam Gelas karya Andrea Hirata.

Ini akan membuat geliat karya sastra semakin semarak di perbukuan tanah air. Apalagi, ciri khas SDD tetap hadir, dengan kalimat-kalimatnya yang sederhana namun puitis.

  
Judul : Malam Wabah & Pada Suatu Hari Nanti
Penulis : Sapardi Djoko Damono
Penerbit : Bentang Pustaka
Tebal : 88 halaman dan 94 halaman
Terbit : Cetakan I, Juni 2013
Harga : Rp49.000

ISBN: 978-602-7888-40-1

*dimuat di Koran Jakarta, 6 Juli 2013

Pengikut