Minggu, 19 Februari 2012

PELANGI FLP DI JAGAT PERBUKUAN INDONESIA

Ups. Kenapa harus FLP?

Oke-oke, sebelumnya perkenankan saya menyajikan pengantar.^^

Kebutuhan hidup ini bermacam-macam. Dari makan, minum, sampai membaca. Kok membaca? Iya. Bayangin aja. Sudah lama banget kita sekolah, duduk di atas papan kayu bernama bangku dan mendekap buku-buku pelajaran dengan berbagai macam judul. Setiap hari. Kalau tidak matematika, ya bahasa Indonesia. Ada saatnya IPA, ada saatnya juga IPS. Semakin tinggi jenjang pendidikan yang kita tempuh semakin bergantunglah pada aktivitas membaca. Rasanya tiada hari tanpa hadirnya buku.

Bagi ummat muslim pun, membaca telah menjadi suatu seruan,
Iqro’.” Bacalah!
Banyak sekali hal yang dapat diperoleh dari membaca. Contoh kecilnya tidak mudah tertipu. Dengan baca tarif naik angkutan di brosur dekat pintu angkutan, bayarnya bisa pas, tanpa rekayasa. Manfaat lain adalah menambah wawasan. Yes, we all have known. Kesimpulan bahwa bumi terdiri dari lautan dan daratan didapat dari membaca atlas. Kemerdekaan Indonesia dapat diketahui dari membaca buku sejarah. Dan bagaimana proses fotosintesis dijelaskan secara gamblang pada buku-buku IPA.

Kebanyakan buku-buku yang kita punya adalah bersifat wajib, karena tuntutan pendidikan. Tentu tidak ada salahnya untuk dibaca, bahkan sangat bermanfaat bagi jenjang kehidupan ke depan. Farthemore, selain menambah wawasan, membaca juga bisa menghilangkan penat, kesal, galau, dan sebangsanya.

Iya, selain menambah wawasan, dengan membaca kita juga bisa terhibur. Saat weekend tiba, di titik jenuh menghadapi tugas-tugas sekolah atau kerja, otak kita bisa rileks dengan bacaan-bacaan yang menghibur. Karena tidak hanya berpikir secara otak kiri, tapi juga otak kanan, dimana efek perasa yang dominan. Istilahnya, emosi bisa stabil.

Bacaan-bacaan yang ditulis oleh para anggota FLP (Forum Lingkar Pena) hadir untuk menyegarkan dahaga pembacanya. FLP itu asli produk Indonesia, dan pengaruhnya sangat besar. Semangat FLP di Indonesia menulari orang-orang yang berada di luar negeri untuk menjalin komunitas yang sama. FLP tak hanya menghibur, tak jarang kita dapat wawasan daripadanya. Jika membahas fiksi FLP, paket komplit wawasan dan hiburan bisa didapat.

FLP membantu menyajikan bacaan berkualitas tapi tetap menghibur. Ini sejalan dengan misi FLP untuk meningkatkan mutu dan produktivitas (tulisan) para anggotanya sebagai sumbangsih berarti bagi masyarakat. FLP juga bermisi turut meningkatkan budaya membaca dan menulis, terutama bagi kaum muda Indonesia.

Dan, saya rasa, misi FLP tersebut berhasil dijalankan.

Waktu itu, saya masih kelas dua SMP. Salah satu magnet terbesar saya adalah sebuah perpustakaan yang ada di pusat kecamatan. Bangunannya bagus, bersih, nyaman. Dan buku-bukunya itu looh..

Magnet itu punya daya tarik. Dan daya tariknya adalah buku-buku yang terpampang di sana. Saya bergerak ke tempat bacaan dewasa. Ada banyak sekali buku yang bercover menarik. Ukurannya tidak terlalu besar, tidak juga terlalu tebal. Ada tulisan FLP di belakangnya. Saya baca perlahan. Dan, menarik!

Ada kumcer berjudul Mencari Jalan ke Hati Bunda di sana. Pengarangnya Fithri. Dan beliau adalah anggota FLP. Ceritanya tentang seorang anak yang berusaha sekuat tenaga agar sang ibu tidak ngambek. Entah karena apa, sang ibu tidak mau bicara. Ia hanya bicara lewat tuts-tuts keyboard dan penyebabnya ternyata karena si anak kurang perhatian pada ibunya.

Ada juga kumcer berjudul Loving U. Dengan gaya ngocol a la anak muda, Adzimattinur Siregar muda telah sukses membuat saya jatuh cinta pada karyanya. Saya ingat settingnya, Bandung Indah Plaza. Tempat jauh yang empat tahun kemudian saya kunjungi. Zhizi juga mampu mendeskripsikan jatuh cinta dengan cara yang apik.

Dan.. tara!! Ada buku non fiksi yang juga tak kalah menghebohkan. Jatuh Bangun Cintaku. Dibukukan oleh Asma Nadia. Tentang kisah para penulis yang merasakan cinta. Manis-asem-pahit. Saya membacanya berkali-kali dan tidak bosan =D. Ada banyak hikmah yang bisa diambil dari sana.

Masih ada lagi. Angin Padang Iroquis, Diorama Dua Hati, serial Syakila, Gosip! Gosip! Gosip!. Ada juga Muara Kasih-nya Muthmainnah yang bikin feel lain saat settingnya di Australia dan Indonesia. Ah, rasanya terlalu banyak jika disebutkan satu-satu. Yang jelas, karya-karya para penulis FLP membantu membiaskan pelangi sukacita saya saat masih begitu muda (sekarang masih muda loh, hehe). Kebutuhan membaca terpenuhi. Makasih ya, FLP ^^

KARENA MEMBACA SAJA TIDAK CUKUP..

Dalam dunia perbukuan, tidak mungkin hanya ada pembaca. Dibutuhkan penulis sebagai pemroduksinya. FLP memiliki peran membidani para penulis dalam menghasilkan karya-karya mereka. Ada diskusi, workshop, ikutan Islamic Book Fair.. Yang saya amati, FLP itu organisasi yang rata-rata anggotanya berkerudung lebar. Meski demikian, FLP itu bukan komunitas berisi kalangan mayoritas kok. All can do it. Semua bisa jadi anggota. Tak hanya muslim, melainkan juga non muslim.

Menulis. Banyak orang membincang tentangnya. Banyak motivasi juga di dalamnya. Tentu FLP membantu mewujudkannya. FLP tidak hanya stuck pada satu genre saja. Buktinya sekarang ada bang Benny Arnas dengan sastra melayunya. Selain itu, sudah banyak penulis FLP yang memenangkan lomba karya ilmiah. FLP merambah berbagai media, segala segmen J

KESAN DAN PESAN
Sebagai seseorang yang pernah baca karya FLP, saya berharap FLP bisa menjaga eksistensinya. Tetaplah membingkai kami, pembaca di Indonesia dengan spektrum semangatmu yang indah yang terjalin lewat tulisan. Tentu remaja Indonesia (dan semua kalangan) menginginkan bacaan yang menjernihkan hati dan menambah wawasan. Di usia FLP yang ke-15, saya berharap FLP tidak tergerus jaman, malah ada dalam garda terdepan. Seperti Mbak Asma Nadia yang cemerlang. Mbak Afifah Afra yang semangatnya selalu berkibar, dan Bunda Helvy Tiana Rosa yang perkasa dengan karya-karyanya.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Pengikut