Selasa, 09 April 2013

TUMBUH KEMBANG ANAK LEBIH BERMAKNA SAAT BERKAWAN DENGAN NODA


TUMBUH KEMBANG ANAK LEBIH BERMAKNA SAAT BERKAWAN DENGAN NODA
Oleh: Sri Mulyati




Judul Buku: Cerita Di Balik Noda: 42 Kisah Inspirasi Jiwa
Penulis: Fira Basuki
Penerbit: Penerbit Kepustakaan Populer Gramedia (KPG)
Tahun Terbit: 2013
Tebal: xii + 235 halaman
ISBN: 978-979-91-0525-7
Harga: Rp40.000

Apa yang terlintas di benak Anda saat mendengar kata “noda”?

Kotor, bau, dan biasa menempel pada pakaian anak-anak. Begitulah yang mungkin Anda jawab. Intinya, noda dipersepsikan sebagai sesuatu yang harus dihindari oleh anak-anak. Noda menjadi pencetus aktifitas super ribet yang ujug-ujug-nya, merepotkan. 

Faktanya, noda tak seburuk itu. Noda itu indah. Noda itu bermakna. Noda ibarat pintu gerbang kreatif anak-anak dalam masa tumbuh kembangnya. Tak percaya? Buku “Cerita di Balik Noda” karya Fira Basuki adalah jawabannya.

“Cerita di Balik Noda” memuat 42 kisah mengharukan dari 39 penulis Indonesia. Amanat tentang budi pekerti yang luhur sangat kuat di buku ini. Ditulis ulang oleh penulis kenamaan Fira Basuki, cerita-cerita tentang noda menjadi camilan ruhani yang memikat dan bermakna. Seperti judulnya, sebagai “inspirasi jiwa.” Bahasanya sederhana, alurnya mengalir, amanatya tersampaikan. Ketiga ramuan ajaib tersebut sukses membuat saya menitikkan air mata pada cerita pertama.

Buku ini menyampaikan pesan bahwa noda seharusnya dijadikan kawan, bukan lawan. Noda menjadi saksi tumbuh kembang anak-anak. Saat noda hadir, kita jadi tahu apa yang mereka inginkan, apa yang mereka pikirkan, dan apa yang telah mereka lakukan. Kebanyakan orang dewasa (terlebih orang tua) menginginkan hal tersebut, bukan?

Di balik noda tersimpan kekuatan, seperti yang diceritakan Sati Gulo pada cerita “Baju Boneka”. Louise, puteri kedua Sati Gulo, adalah gadis mungil yang lincah, penyayang, dan selalu penuh kejutan. Daya konsentrasi Louise yang menurun akibat sakit yang diderita menjadi bahan cemoohan teman-teman di sekolah. Lambat laun, Louise yang sedih menjadi kuat. Ia tak ingin terus di-bully. Akhirnya, keinginannya terkabul saat mencucikan baju boneka teman yang sangat kotor hingga bersih (teman Louise berjanji takkan usil lagi jika baju bonekanya bersih tak bersisa).

Di balik noda terdapat empati. Seperti kisah “Agi tidak Pelit”, “Untuk Bu Guru”, “Siluman Tikus”, “Nasi Bungkus Cinta”, dan “Celengan”. Beragam tokoh hadir ‘menyentil’ kita agar tak lupa berbuat baik pada orang lain.

Di balik noda terdapat bakti seorang anak kepada ibunya. Seperti tokoh Acon dalam cerita “Penangkap Ikan Cupang”. Acon mengotori baju baru pemberian emaknya demi uang sebesar Rp8.000. Uang itu digunakan untuk membeli beras dan makanan. Awalnya, baju baru itu Emak Acon beri agar dipakai Acon saat bertemu calon ayah baru. Namun beliau tak marah, malah terharu.

Di balik noda juga tersimpan kenangan. Seperti cerita “Bos Galak”, “Sarung Ayah”, dan “Pohon Kenangan”. Jalinan cerita yang dirangkai oleh Fira Basuki pada “Bos Galak” sangat menyentuh. Bagaimana kebaikan hati seorang karyawan bisa meluluhkan bos galak lewat sebuah kue ulang tahun yang mengingatkan pada mendiang anaknya.

“Cerita di Balik Noda” kembali menyadarkan bahwa pada dasarnya berani kotor itu baik. Noda yang menempel di tubuh anak-anak mencerminkan pengalaman yang mereka dapat. Pengalaman itu akan menjadikan mereka semakin ‘kaya’ dalam hidup. Maka, kenapa harus memermasalahkan noda? Toh noda bisa juga dibersihkan. Biarkan anak-anak berkreasi sebebas mungkin.

Saya jadi teringat peristiwa yang berkaitan dengan ‘noda’, saat saya dan teman sekelas di kampus berwisata ke Bogor. Setelah menghabiskan waktu memancing ikan mujair, satu per satu dipersilakan nyemplung ke kolam ikan yang penuh lumpur. Awalnya sih, pada keki. Namun pada akhirnya, kami semua menikmati noda yang menempel di sekujur tubuh. Ya, noda yang berbalut kebersamaan! Menjalani kegiatan seperti ini bukanlah ide buruk ternyata.


Setelah membaca buku ini, saya lebih membebaskan adik-adik saya dalam bermain, terutama yang berkaitan dengan noda. Adik pertama saya, Iza (kelas 5 SD), sangat suka memasak. Sedangkan adik kedua saya, Ida, suka bersepeda. Ida masih TK dan ingin bisa mengendarai sepeda roda dua. Maka, saya harus mendukung mereka sepenuhnya. Iza harus yakin makanannya matang sempurna. Dapur yang kotor dan celemek yang basah bisa dibersihkan. Ida juga tak perlu takut jatuh, karena jatuh itu biasa. Yang terpenting adalah tetap berusaha, mengayuh sadel terus menerus. Kebiasaan berkawan dengan noda akan membuat mereka lebih berkembang esok hari nanti. Siapa tahu Iza akan menjadi koki handal dan Ida menjadi pembalap yang handal di masa depan.

Saat ada noda di sekeliling, saya jadi lebih tenang. Tidak eksplosif. Anak-anak tidak menyukai bentakan dan amarah (orang dewasa juga, kan?). Saya tidak akan meneriaki adik-adik saya saat tetes es krim jatuh ke baju atau celana. Nanti juga bisa dicuci.

Noda juga bisa diartikan sebagai kesalahan. Maka, saat Ida masih salah mengeja, tidak mengapa. Gadis imut berusia 5 tahun itu masih dalam proses membaca. Yang terpenting adalah, setiap anggota keluarga mendukung kelancaran membacanya.

Noda tidak hanya melekat pada adik-adik saya, tetapi adik-adik yang notabene anak tetangga. Sekarang saya lebih mendukung mereka yang berlarian mengejar layangan putus, bermain sepak bola, atau bermain hujan-hujanan. Kebahagiaan mereka kebahagiaan kita juga :).

Membaca “Cerita di Balik Noda” membuat saya lebih tertantang untuk tidak takut kotor. Ya, jika anak-anak bisa demikian, mengapa saya tidak? Entah mengecat tembok rumah, berkebun, memasak, atau membuat prakarya. Masa kalah dengan tokoh Nisa dalam “Koki Cilik” yang telah sukses membuat cupcakes dan kue lumpur?:P.

Kelak, saat saya menjadi seorang ibu (aamiin), saya sudah siap dengan segala noda yang di’ukir’ balita mungil. Ompol, noda makanan, mainan yang berserakan. Saya juga akan membiarkan anak saya berkembang seperti anak-anak lainnya: bermain di sawah; bermain layangan; berangkat sekolah sendiri; mencorat-coret tembok rumah. Apa saja. Karena semuanya akan baik-baik saja. Insya Allah.

Well, ternyata banyak yang bisa kita lakukan, bukan, saat kita berani kotor?

Yuk, yuk, baca buku keren ini biar terinspirasi. Siapapun (ibu-ibu, bapak-bapak, kakek-nenek, dan anak-anak muda) bisa menjadikannya sebagai pelengkap nutrisi jiwa. Saya memberi bintang 4 pada buku ini. Bayangkan, saya langsung membacanya setelah bangun tidur. Saya hanyut dengan cerita-ceritanya sampai akhirnya rampung sebelum azan zuhur berkumandang. Serius, saya tidak hanya menangis sekali, tetapi berkali-kali.

         Sebagai penutup, saya berikan potongan kalimat pada cerita “Harta Sebenarnya.” “Orang hebat itu yang kakinya menjejak tanah.” Maksudnya, jadilah orang yang selalu rendah hati. Bagi saya, “menjejak tanah“ juga berarti terus mencoba dan mencoba. Pantang menyerah meski jatuh berkali-kali. Seperti tokoh-tokoh dalam “Cerita di Balik Noda” ini.

           Selamat membaca! :)






Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Pengikut