Jumat, 17 Agustus 2012

Merdeka

Dilahirkan menjadi seorang Warga Negara Indonesia adalah sebuah pilihan. Ya, awalnya adalah takdir. Kan, ketika lahir, kita tidak bisa menentukan mau dilahirkan dimana. Bisa jadi orang tua kita turut menentukan. But it is almost impossible to reach another country, jika kedua orang tua sama-sama asli berbangsa tanah air.

Anggun. Dia adalah wanita Indonesia, awal mulanya. Kedua orang tuanya adalah seniman, asli Indonesia. Namun, seiring berjalannya waktu, ia berpindah kewarganegaraan : Perancis. Meskipun demikian, darah dan tulangnya tetap Indonesia (menurut penuturannya di Wikipedia). Perkara ganti WNI bukanlah hal yang mudah bagi saya, maka saya memilih stay di sini. Hehe.

Baiklah. Karena saya sudah 19 tahun, dan sudah mempelajari sedikiit tentang epistimologi, saya akan mengupas kemerdekaan dari sudut pandang saya sendiri. 

Lagi-lagi, saya tidak bisa menjadi saksi sejarah ketika Indonesia merdeka. Pas saya sudah lahir, jluk, ini looh negara Indonesia itu. Ketika saya tumbuh dan berkembang, internalisasi pendidikan kewarganegaraanlah yang membuat saya semakin mengenal dengan negara Indonesia ini. Bagaimanakah suasananya secara riil, perang itu seperti apa, saya tidak bisa merasakannya. Jadinya, saya hanya bisa menyemarakkan saja. Mendukung. Tidak kurang dan tidak lebih.

Sekarang, masih menyemarakkan? Ya, masih. Dengan menonton televisi. Tidak dengan perlombaan. Sekarang lagi puasa. Dan tak ada lomba macam balap karung atau lomba kelereng. Bedanya, 250juta penduduk Indonesia ini, yang terkoordinir dalam sebuah wadah supeer besar bernama pemerintah ini, saya sudah mulai nimbrung, malah akan ikut andil menjadi seorang pekerja di dalamnya. It means, saya harus turut bela negara. Namun, bela negara yang seperti apa? Seperti koruptor?

O, tentu tidak dong :) bela negara itu, simpelnya, dari kompilasi aturan islam. Maksudnya, negara memang sudah didirikan secara historis, dan kita tidak bisa kembali ke sana. Negara dipimpin oleh pimpinan yang dipilih langsung oleh rakyat beserta jajarannya bernama ulil amri. Sepanjang ulil amrinya nggak nyleneh, ya justru harus respek, harus taat. Peraturan kan dibuat untuk melindungi rakyatnya juga. Hidup yang sekali ini nggak ada salahnya dimanfaatin buat negara. Sebaik-baik manusia adl yang berkontribusi bagi sesamanya.

Dengan demikian, dengan menebak-nebak umur yang nggak bakalan sampai seribu tahun (untuk membangun peradaban bangsa), kiranya sudah bagus jika merayakan kemerdekaan dimulai dari diri sendiri. Merdeka untuk memilih, merdeka untuk mengutarakan pendapat, intinya mah, merdeka untuk tidak bergantung pada orang lain :-)D dan juga merdeka untuk tetap menjaga kemerdekaan. Ya, sangat susah jika harus memberangus penjajahan terselubung dari luar yang sudah terkapitalisasi (Bapak Menteri Koperasi, ITB, 2012). Meski demikian, semangat berdikari nggak boleh luntur.

Selamat ulang tahun, Indonesiaku.
67 tahun. Tambah sepuh. Tambah berkualitas yaaaw ^^

Pasuruan, 16 Agustus 2012

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Pengikut